Review Monkey King Hero is Back: Terlambat Rilis Satu Generasi

Seharusnya game ini dirilis zaman PS3 lalu. Tanya kenapa?

Monkey King: Hero is Back

Pada tahun 2015 lalu, di Tiongkok muncul sebuah film Monkey King yang cukup laris. Berjudul Monkey King: Hero is Back, film animasi CG ini mendapatkan pemasukan lebih dari US$150 juta, hampir sepuluh kali lipat dari biaya produksinya yang menghabiskan "hanya" US$16 juta.

Empat tahun setelah film ini meraih kesuksesan, muncul game yang terinspirasi dari film tersebut dengan judul yang sama. Dikembangkan oleh Sony Interactive Entertainment, perilisan Monkey King: Hero is Back ini bisa dibilang cukup terlambat. Tanya kenapa? Berikut review Monkey King: Hero is Back dari Duniaku.

https://www.youtube.com/embed/UmFMYT2g3B0

1. Kisah pasca hukuman Sang Buddha

Monkey King: Hero is Backdok Sony/HexaDrive

Game ini mengambil alur kisah yang mirip dengan versi filmnya. Dikisahkan, kera sakti, Sun Wukong (atau Dasheng yang banyak disebutkan dalam game-nya) dihukum oleh sang Buddha setelah membuat kekacauan di dunia dewa.

Setelah 500 tahun tersegel di sebuah gunung, akhirnya kutukan Dasheng berhasil dilepaskan oleh seorang anak bernama Liuer. Sekalipun sudah terbebas dari kutukan, namun Dasheng tidak bisa mengeluarkan kemampuan maksimalnya.

Keduanya pun menjalin ikatan pertemanan yang kuat untuk membebaskan desa dari para monster jahat. Tanpa kekuatan sepenuhnya, bisakah Dasheng membebaskan desa tersebut dan kembali menjadi sosok kera sakti yang perkasa?

2. Brawler sederhana, namun tetap fun!

Monkey King: Hero is Backdok. Sony/HexaDrive

Monkey King: Hero is Back mengusung gameplay action brawler yang simpel. Meskipun gameplay-nya simpel, namun mekaniknya cukup solid dan fun. Kamu bisa menghajar musuh dengan menggunakan light attack (tombol kotak di PS4) atau heavy attack yang memberikan damage lebih besar (tombol segitiga di PS4).

Saat kamu menggunakan light attack dan musuh menyadari keberadaanmu, maka kamu akan ditempatkan dalam sebuah situasi satu lawan satu. Saat kondisi ini, kamu tidak akan bisa diganggu oleh monster lain, dan kamu bisa fokus menghajar satu musuh itu saja.

Kamu juga bisa menggunakan benda-benda di sekitar seperti batu dan bangku untuk membantumu dalam menghajar musuh. Terkadang saat melakukan serangan final, musuh bisa terlempar ke hadapanmu seolah kamu dan arena pertarungan hanya dipisahkan oleh selembar kaca.

Game ini cocok bagi kamu yang ingin mencari sebuah game yang ringan, baik dalam segi cerita ataupun dari mekanisme pertarungannya. Tidak banyak tombol yang harus dihafal, dan juga tidak terlalu banyak skill tree njelimet yang harus dipikirkan. 

Baca Juga: Review Need for Speed Heat: Seharusnya Diberi Nama Underground 3!

3. Grafis yang tidak terlalu istimewa

Monkey King: Hero is Backdok. Sony/HexaDrive

Fakta bahwa game ini dirilis empat tahun setelah filmnya dirilis mungkin bisa dibilang terlambat. Namun ada lagi yang membuat game ini bisa disebut terlambat: grafisnya. Untuk ukuran konsol generasi ke delapan, grafis game-nya bisa dibilang tidak terlalu istimewa. 

Grafis seperti ini sih bisa dibilang cukup imbang dengan gameplay-nya yang simpel. Di era konsol generasi ke delapan yang mengadu grafis dan inovasi gameplay, sebenarnya game ini bisa dibilang cukup tertinggal. Mungkin jika game ini jika dirilis satu generasi lalu alias untuk PS3/Xbox 360, game ini akan terlihat mewah dan cukup menarik untuk dimainkan. 

Bukan cuma grafis, penulis juga sempat menemukan beberapa glitch di animasi, terutama saat Dasheng bergerak. Terkadang saat Dasheng bergerak, kamera terlihat sedikit "bergetar" dan kaki Dasheng terlihat tumpang tindih satu dengan yang lainnya. 

4. Banyak minus di presentasi permainan

Monkey King: Hero is Backdok. Sony/HexaDrive

Bukan hanya grafis yang tidak istimewa, penulis juga banyak menemukan nilai minus di presentasi game ini.

Pertama, ada di bagian pengaturan kamera. Terkadang kamera tidak bisa menangkap dengan baik momen-momen bagus saat pertarungan terjadi. Contohnya saat Dasheng dilempar oleh musuh ke arah layarmu, dia akan seolah-olah "menghilang" dan kamu harus memutar kamera sebelum bisa melihatnya lagi.

Kedua, perpaduan warna di user interface yang sangat membingungkan. Kadang warna-warna yang digunakan di tutorial atau dialog terlalu mirip dengan lingkungan sekitar, sehingga mungkin kamu akan terkadang mendekat ke layar untuk bisa membaca lebih jelas. Hal itu diperparah dengan teks dialog dan tutorial yang menurut penulis terlalu kecil.

Lalu ketiga, pengaturan lighting yang cukup kacau. Saat kamu beralih dari tempat yang gelap ke tempat yang terkena sinar matahari langsung, brightness-nya tidak cepat beradaptasi sehingga kamu akan merasa silau sesaat sebelum akhirnya perlahan-lahan lighting kembali normal.

5. Hanya pantas dapat 2 dari 5 bintang

Monkey King: Hero is Backdok. Sony/HexaDrive

Sebenarnya, Monkey King: Hero is Back bukan game yang jelek-jelek amat. Di luar beberapa minus di bagian presentasi, gameplay game ini sebenarnya cukup menghibur dan bisa menjadi selingan yang pas di tengah-tengah serbuan game yang lebih menantang, sebut saja seperti Death Stranding, Star Wars Jedi: Fallen Order atau Code Vein.

Namun sayangnya, game ini seperti dirilis di generasi yang salah. Impresi pertama penulis saat memainkan pun melihat game ini sebenarnya lebih layak dan bakal booming jika dirilis di PS3/Xbox 360 dulu. Dirilis di awal-awal kemunculan PS4/Xbox One pun sebenarnya masih oke. Belum lagi mengingat fakta bahwa game ini adaptasi dari film yang dirilis empat tahun lalu. Jadi terasa semakin telat saja.

Namun bagi kamu yang butuh selingan yang fun dan tidak banyak "membebani" pikiran, tidak ada salahnya mencoba game yang dirilis di PS4, Xbox One dan PC ini. Tertarik?

Secara keseluruhan sih, saya nilai game ini layak mendapat 2 dari 5 bintang. 

Baca Juga: Review The Outer Worlds: Penerus Sejati Fallout New Vegas!

Artikel terkait

ARTIKEL TERBARU